Friday, May 13, 2016

Talon (Talon #1)

IMG_20160513_091258.jpg

Seumur hidupku, ini yang kuyakini:
Manusia adalah mangsa
Para pembantai naga akan binasa
Organisasi Talon adalah segalanya
Kami akan menguasai dunia
Dan aku, naga yang akan membalas kekejaman manusia

Tapi, apa yang harus kulakukan ketika seorang pemuda membuatku jatuh cinta?

Paperback: 452 pages
Published: April 2016 by Mizan Fantasi (first published October 28th 2014)
Original Title: Talon
Language: Bahasa Indonesia
ISBN-10:
ISBN-13: 9789794339312
Series: Talon #1




characters_headline_talon

Talon, Sebuah kawanan bangsa naga yang bersembunyi  dengan berbaur dengan manusia, sekaligus menghindar dari kejaran St. George, musuh abadi mereka. Sebuah kelompok yang bertugas memburu dan memusnahkan bangsa naga. Dan  Viper, sama seperti St. George yang memburu naga, tapi Viper dari kaum naga sendiri yang bertugas untuk memburu naga pemberontak, naga yang tidak mematuhi Talon dan peraturannya.

Dante dan Ember, 2 naga yang ditetaskan (dibiakan?) bersama. Hal ini adalah kejadian yang sangat jarang dimana ada naga yang menetas secara bersamaan, apalagi Ember adalah Dragonell. Keduanya menjalani pelatihan dan mulai berusaha menjalani kehidupan sebagai manusia biasa.

Suatu hari, Ember bertemu dengan seseorang yang dia kenali sebagai sesama naga, dan kenyataan bahwa dia adalah pemberontak dan seorang pemuda bernama Garret yang juga menghabiskan liburan mereka di Cresent Beach bersama Tristan.




The beginning spoiled it all.

Awal mula cerita yang ada dibuku ini merusak hal yang menarik dari buku ini. Kenyataan bahwa ada sebuah organisasi memburu dan membunuh para naga. Hal tersebut menjadi hal yang melemahkan buku ini dari segi kejutan. Dari segi cerita yang seharusnya bisa menjadi rasa tersendiri bagi pembacanya. Pengungkapan jati diri Garret yang sebenarnya didepan Ember terkesan biasa saja, hambar, bagai sayur tanpa rasa. Emosi Garret pada saat membuka jati dirinya pun juga tidak tersampaikan secara penuh, kenapa? Karena sebagai pembaca kita sudah mengetahuinya dari awal, pada saat penulis memutuskan untuk menggunakan St. George sebagai hidangan pembuka.

Misteri yang ada tentang keberadaan Talon atau St. George juga belum dikupas secara mendalam, yang saya yakin adalah sebuah kesengajaan karena buku ini adalah sebuah intro dalam seri ini sehingga membuat banyak hal tidak diceritakan secara gamblang atau bahkan tidak disinggung dalam buku ini, supaya masih banyak hal yang akan diungkapkan dan ditulis untuk buku selanjutnya. Sayangnya kita sebagai pembaca, pasti memikirkan banyak sekali asumsi dan kemungkinan yang akan terjadi dan proses melihat saja mana yang benar dan akan terjadilah yang membuat kita akan tertarik untuk membaca buku berikutnya (dengan harapan masih diterbitkan di Indonesia).

Kisahnya sendiri berjalan cepat fokus kepada kisah hidup Ember Hill (dan Dante Hill, sepertinya) dan keseharian dalam menjalani kehidupannya di Cresent Beach. Penggunaan PoV yang digunakan oleh penulis terasa lemah karena selain menggunakan gaya bercerita yang sama antara satu dengan yang lain, kesan datar dalam cerianya sendiripun tidak bisa membantu penulis untuk memperkuat karakter pada masing- masing meski dipenggal dalam masing-masing bab sebagai media transisi.

Dari segi cerita.

Ceritanya bisa dibilang sama dengan cerita kebanyakan, kita anggap saja cerita tentang kaum minoritas di bawah penindasan kaum mayoritas, kelompok yang lemah ditindas oleh kelompok yang kuat, dan/atau sekedar usaha orang-orang yang berada diluar lingkaran dan melawan arus yang ada.  Dalam hal ini adalah naga diantara manusia. Meski bagi naga sendiri, mereka menganggap bahwa mereka adalah superior dan tidak seharusnya tidak hidup dalam ketakutan dibawah tekanan manusia. Selain itu, kekangan peraturan yang dibuat oleh Talon sendiri juga diangkat menjadi masalah dari dalam bangsa naga itu sendiri. Sebuah peraturan yang merebut kebebasan rakyatnya (setidaknya, itulah yang dirasakan oleh Ember dan para Naga Pemberontak) dan belum lagi banyaknya rahasia yang disembunyikan Talon dari bangsanya sendiri (yang masih menjadi rahasia bahkan untuk pembacanya XD).

Bisa dibilang dua masalah itulah yang diangkat Julie Kagawa dalam novelnya kali ini. Pengunaan naga sendiri dalam kisah ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penggemar naga pada khususnya dan fantasi pada umumnya. Sebut saja, Inheritance Cycle karangan Christopher Paolini, Temeraire Series karangan Naomi Novik, Seraphina karangan Rachel Hartman dan masih banyak judul lainnya, bahkan The Hobbit karya J.R.R. Tolkien dan Earthsea Cycle karya Ursula K. Le Guin menggunakan naga sebagai salah satu mahluk yang menghuni dunia mereka. Dan yang menarik adalah interpretasi atau penggambaran dari makhluk tersebut yaitu besar dan kuat. Meskipun ada pula perbedaan yang digunakan masing-masing pengarang untuk naga ‘ciptaan’ mereka.

Jadi, kesimpulannya adalah:

  1. Buku ini terkesan datar, biasa saja tapi tidak bisa dibilang membuang waktu sebagai bacaan karena diwarnai dengan roman yang menarik.

  2. Ide cerita tentang naga yang beralih rupa menjadi manusia dan hidup diantara kita. Saya pribadi belum bisa menalar kejadian tersebut. Apalagi peralhian dari manusia de naga, dan sebaliknya, buat saya pribadi belum digambarkan dengan baik dan masih terasa kasar.

  3. Perburuan naga dan konflik yang terjadi di Talon. Oke, saya berharap Julie Kagawa lebih banyak mengulik tentang masalah ini alih-alih roman yang ada.

  4. Klimaks yang ada dalam buku ini kurang terasa greget-nya. Kurang garam dan terlalu banyak msg.


FYI, they left us in a bad way. Hanging over the cliff. Jadi, mudah-mudahan kali ini penerbit melanjutkan seri ini. Or I’ll be disappointed...again!

 

[gallery ids="673,672" type="columns"]

 

[gallery ids="674,677" type="rectangular"]

Talon1

No comments:

Post a Comment