Monday, February 15, 2016

The Eye of Minds - Mata Batin (The Mortality Doctrine #1)

12543345_1212725158740868_440154850_n

Setelah banyak halangan merintang, mulai dari seringnya mati listrik, kerja bakti bersih-bersih, server kantor error (ya, saya menulisnya di kantor kalau saya paksakan menulis di rumah bisa jadi cuma menatap layar laptop dengan pikiran kosong, hanya di kantor lah saya mendapatkan ide...hahahaha....) akhirnya saya bisa bertelur dan menetaskan tulisan ini. Maaf buat mbak Dina yang sudah bersedia memberikan buku ini kepada saya dan janji saya molor pakai banget. :D




Seperti pecandu game pada umumnya, Michael menghabiskan sebagian besar waktu berseluncur di VirtNet dibandingkan di dunia nyata. Berkat teknologi, siapa pun yang memiliki cukup uang bisa merasakan seperti apa dunia imajinasi, mempertaruhkan nyawa tanpa takut mengalami kematian, atau sekadar bercengkerama dengan teman-teman di dunia Virt. Dan jika kau memiliki kemampuan meretas, dunia itu akan semakin menyenangkan. Untuk apa repot-repot mematuhi perturan jika semua itu konyol?

Tetapi beberapa peraturan dibuat karena suatu alasan. Beberapa teknologi terlalu berbahaya untuk dimainkan. Seorang hacker telah bertindak lebih jauh daripada seharusnya: Dia menyandera beberapa pemain dalam VirtNet. Tetapi motif sang pemain masih menjadi misteri.

Michael direkrut untuk menumpas sang hacker dengan risiko nyawanya sebagai taruhan
Hardcover: 320 pages

Publisher: January 28th 2016 by Gramedia Pustaka Utama (first published September 27th 2013)

Original Title: The Eye of Minds

Language: Bahasa Indonesia

ISBN-10: -

ISBN-13: 9786020324883

Series: The Mortality Doctrine #1







Di masa depan, teknologi menguasai kehidupan sehari-hari dan menjadi salah satu yang berkembang pesat. Game (Permainan) dan sekolah mejadi sama pentingnya bagi sebagian orang, termasuk Michael.

Michael tinggal bersama Helga, orang yang membantu dalam kesehariannya dan juga orang tuanya yang entah kapan terakhir kali mereka bertemu. Kehidupannya tidak jauh dari kedua aktifitas yang menjemukan - tidur, makan, sekolah dan bermain game setelah pulang menjadi kegiatan yang paing sering dia lakukan, bahkan ada kalanya dia akan mencari alasan untuk tidak masuk sekolah hanya untuk masuk ke dalam “peti mati” bermain game sampai tak kenal waktu.

VirtNet, dunia maya yang berada dalam jaringan koneksi data dimana Michael mempunyai kehidupan lainnya sebagai salah satu pemain dalam game yang berusaha untuk menaikkan level karakternya dan berharap kelak akan menjadi pemain seperti Gunner Skale, seorang pemain yang menjadi legenda diantara pemain lainnya dan tiba-tiba menghilang begitu saja. Selain para pemain yang datang dari dunia nyata yang masuk ke permainan, terdapat pula karakter-karakter pendukung yang dianggap kecil yang hidup dalam dunia virtual ini yang disebut sebagai Tangen.

Suatu hari, misi yang diemban Michael adalah membujuk Tanya, seorang gadis yang mencoba terjun dari atas jembatan. Diwarnai dengan keputusasaan, sesaat sebelum terjun gadis itu mencabut inti dirinya yang dapat mengakibatkan kerusakan di otak tubuh nyatanya. Dengan berharap bahwa dia tidak akan hidup lagi, baik didunia maya dan nyata. Saat itulah, Michael menyaksikan desas desus tentang pemain bernama Kaine yang bisa meretas kode, mengubahnya dan berdampak pada kematian pemainnya itu benar.

Setelah kejadian tersebut, Michael terus terbayang-bayang akan kejadian itu dan pada suatu waktu yang berdekatan, dia ditangkap dan dibawa paksa oleh orang-orang yang mengaku bahwa mereka dari VNS yang membutuhkan bantuannya beserta teman sepermainannya Sarah dan Bryson yang selama ini sudah diamati dan dinilai mampu untuk melakukan sebuah misi dan menghadapi Kaine, mencegahnya agar tidak menuai lebih banyak korban seperti Tanya.

Keputusan telah Michael ambil, bersama kedua teman permainannya yang sama sekali belum pernah ia temui satu kalipun di dunia nyata mereka mulai mencari informasi tentang keberadaan Kaine. Sarah seorang gadis yang sama jagonya meretas data dan Bryson dengan tingkah lakunya yang sedikit angkuh. Rintangan demi rintangan dalam setiap tingkat permainan mereka hadapi, kematian pun mereka pertaruhkan demi itu semua. Apakah mereka akan berhasil? Dan apakah yang akan mereka dapatkan? Semua akan terjawab.....

...... apabila mereka bisa bertahan hidup.




Setelah Thomas berlari menjelajahi labirin untuk bertahan hidup dalam Maze Runner dan Tick berkedip di antara dunia untuk melarikan diri dalam 13th Reality, sekarang giliran Michael yang harus memenuhi misinya untuk mempertahankan keberadaan dirinya.

Yap. Masih berkisah tentang kehidupan remaja yang mempunyai banyak pertanyaan tentang hal yang ada di sekeliling mereka, Dashner kembali menuliskannya dalam cerita yang disusun dengan sangat menarik. Meski pada awal bagian – saya yakin, pembaca mengalami banyak kebingungan karena banyaknya istilah yang tidak disertai d

engan keterangan – tanpa kita sadari kita akan tahu apa yang dimaksud dengan istilah-istilah tersebut.

Saat pertama kali membaca blurb yang ada, terpikir Erebos karya Ursula Poznaski (silakan baca di sini) yang kental dengan suasana RPG. Saya mengira akan menemukan cerita serupa pada buku ini.wpid-img_20150204_170814.jpg

Akan tetapi setelah membaca buku ini, arah cerita yang diambil Dashner menitikberatkan pada kehidupan pemain baik di dunia nyata maupun di dunia VirtNet dan aksi mereka menyelesaikan misi yang ada pada setiap permainan yang mereka jelajahi. (Yah, mungkin bisa dibilang lebih banyak ke kehidupan Michael di dunia maya dan usahanya menyelesaikan permainan tersebut).

Selain itu, beberapa teknologi mengingatkan saya dengan dengan TV seri Stitchers (2015) IMDb Link, bergenre Sci-Fi yang bercerita tentang seseorang yang bisa memasuki pikiran korban yang sudah meninggal guna mencari petunjuk untuk penyelidikan.

[gallery ids="592,594" type="rectangular"]

Dan teknologi permainan saat ini yang semakin canggih, dengan menggunakan kacamata khusus.

[gallery ids="595,593" type="rectangular"]

Bayangan yang muncul di pikiran adalah ‘Michael bermain di peti mati dan menggunakan kacamata tersebut’.

Terlepas dari itu semua, Dasner juga menyinggung kehidupan para pemain yang diselipkan diantara dialog dan narasi yang ada seperti pandangan mengenai sekolah, kehidupan sehari-hari yang tidak seimbang, bahkan hubungan mereka dengan keluarga. Meskipun hanya sekilas disinggung, tapi saya yakin cukup mengelitik beberapa orang yang baru menyadari hal serupa dan hal ini sudah menjadi hal yang biasa di beberapa negara. Banyak orang yang lebih menutup diri mereka dari dunia luar dan memilih berjam-jam untuk duduk dan menikmati permainan yang ada didepan mata mereka.

Banyaknya aksi dan misteri yang terjadi menjadi semacam daya tarik tersendiri mewarnai buku ini. Belum lagi teka-teki yang ada dalam cerita, membuat kita untuk sedikit berpikir mencari jawabannya. Mudah-mudahan di buku selanjutnya Dashner lebih banyak menuliskannya sebagai nilai tambah pada buku ini, apalagi dia pernah bekerjasama dengan banyak penulis lain dalam rangkaian seri Infinity Ring.

[gallery ids="605,606" type="columns"]

Dari faktor pendukung cerita dengan suasana yang seharusnya di dalam permainan tersebut, pada buku ini kurang terasa ‘kental’, aspek teknologi dan bahasa pemrograman dalam permainan juga terasa lemah, mudah-mudahan untuk buku berikutnya beberapa bagian akan dipoles dengan latar belakang yang lebih kuat.

Dengan akhir yang “digantung” a la Dashner pada seri ini, mudah-mudahan penerbit melanjutkan penerbitan buku ini sampai dengan selesai.

Sayang, beberapa kata lolos dari proses editing pada bagian awal buku, banyak kata yang memuat tanda hubung “-“ pada kata yang seharusnya menjadi satu seperti meni-piskan dsj. Untuk sampul, secara pribadi saya yakin penerbit bisa membuat desain yang lebih mencolok dan menarik daripada ini, lebih menarik peminat saya yakin.