Akhirnya.....
Sebuah perjuangan pun berakhir di halaman terakhir
(yang tidak tampak kalau sudah selesai sebenarnya).
The Casual Vacancy (Perebutan Kursi Kosong) adalah karya
J.K. Rowling pertama setelah lepas dari bayang-bayang kesuksesan Harry Potter (meskipun sampai sekarang masih terpatri J.K. Rowling = Harry Potter).
Langsung saja....
Barry Fairbrother meninggal!!
Sebuah kabar yang mengguncang
dan menghebohkan para penduduk
Pagford. Barry Fairbrother sendiri adalah salah seorang yang duduk di Dewan Kota Pagford. Menjadi pembimbing Kelompok Dayung di salah satu sekolah, dan mempunyai perhatian lebih kepada para penduduk
Fields.Fields adalah sebuah pemukiman kumuh yang ada di
Pagford yang dihuni oleh keluarga yang "dianggap" berantakan oleh sebagian penduduk Pagford. Berseberangan dengan Barry, Howard Mollison, Ketua Dewan Kota yang berpendapat bahwa
Fields harus dilepaskan karena menimbulkan citra yang tidak bagus bagi Pagford
yang dianggap sebagai pusat alam semesta.
Perebutan kekosongan kursi yang ditinggalkan Barry-pun menjadi hal yang penting. Apakah penggantinya merupakan sekutu warga
Fields atau musuh bagi mereka.
Tetapi dampak yang ditimbulkan Barry tidak hanya itu saja, mulai dari perubahan Krystal Weedon yang kehilangan penuntun dan dihadapkan dengan kenyataan bahwa ibunya, Terri yang seorang pecandu dan pelacur, hampir kehilangan hak asuh atas adiknya, Robbie.
Parminder Jawandar, seorang dokter yang sama-sama duduk di Dewan Kota dan merupakan sekutu Barry. Tidak lupa Sukhvinder putrinya
(yang dicap sebagai kegagalan) yang merupakan korban bullying di sekolahnya, terutama oleh Stuart Wall a.k.a. Fats yang merupakan anak dari Colin dan Tessa Wall, Wakil kepala sekolah dan guru pembimbing konseling di sekolah tersebut.
Tulisan diatas hanya sepenggal dari cerita dan masalah yang mewarnai Pagford.
Saya pribadi membaca buku ini dengan kandungan "penuh kebetulan". Konflik yang terjadi tidak semata-mata akibat kematian Barry, banyak hal yang sebenarnya terjadi sebelum kematiannya (seperti masalah Sukhvinder dan Gavin-
yang diatas tidak saya singgung) akan tetapi 'kebetulan' memuncak pada saat yang sama, Belum lagi pengertian "Kota" yang sebelumnya
setidaknya saya berpikiran seluas kota yang saya tinggali saat ini, Solo
(salah saya sebenarnya), tapi setelah membaca maka gambaran di otak menjadi lebih kecil lagi dan jarang penduduknya
(dibawah 40KK mungkin) karena 'kebetulan' mereka mengenal satu sama lain dan 'kebetulan' saling berhubungan
dan hal tersebut jelas terlihat pada saat klimaks.
Dari segi cerita, buku ini terasa lepas dari judulnya. Memang benar, fokus utama ceritanya tentang perebutan kekuasaan (dengan kursi dianggap sebagai simbol sama
seperti di Negara kita) tapi dalam eksekusinya saya lebih melihat bahwa permasalahan sehari-hari lebih mendominasi seperti gaya hidup, seks, permasalahan penikahan,
bullying, dan semacamnya. Karena itulah bisa kita singkirkan masalah politik yang ada karena tidak berasa intensitasnya
yang merupakan alasan utama saya menunda membaca buku ini bertahun-tahun.Buku ini menyoroti permasalahan
yang sebenarnya sering terjadi di sekitar kita meski penyelesaiannya terasa hambar (
lagi-lagi masalah Sukhvinder), percintaan Gavin yang dianggap angin lalu oleh Rowling menurut saya, Kisah Fats yang membuat saya memikirkan bagaimana Tessa dan Colin mendidiknya, belum lagi ketidakjelasan cerita yang membuat saya kehilangan arah akan identitas buku ini. Tapi, satu hal yang bisa saya
ambil dapatkan dari buku ini, yaitu "Kita bertanggung jawab terhadap tindakan kita dan konsekuensi atas tindakan tersebut datang bersamaan dengan keputusan yang kita ambil".
FYI, Saat coretan ini
diturunkan digoreskan, Seri adaptasinya (dengan judul yang sama) yang merupakan hasil kerjasama BBC UK dan HBO US sudah keluar 2 dari 3 bagian yang direncanakan.