The
Immortals of Meluha
by
Amish Tripathi
Translator
: Nur Aini
Editor : Agus Hadiyono
Format :
Paperback
Pages : 586
Published
: June 2013
Publisher : Mizan Fantasi
Original
title : The Immortals of Meluha
ISBN13 : 9789794337387
Language : Indonesian
Series : Shiva Trilogy #1
Setting :
Meluha, Lembah Indus
Sebuah
cerita tentang legenda manusia yang akan membawa perubahan, kebenaran dan kemenangan
di dunia Meluha. Cerita perjalanan menuju sebuah kesejahteraan dan kedamaian
sejati.
Suryavanshi
dan Chandravanshi adalah dua kelompok yang bertempat tinggal di tempat yang
berbeda dan mempunyai pedoman hidup yang berbeda. Bersinggungan satu sama lain
dengan prinsip hidup masing-masing yang saling bertolak belakang sehingga
menimbulkan perpecahan dalam dunia Meluha.
Akan
tetapi ada sebuah legenda kuno yang mengatakan bahwa “ketika kejahatan mencapai
puncaknya, dan semua tampak telah hilang, saat musuhmu terlihat telah mencapai
titik kemenangannya, seorang pahlawan akan muncul.”
Shiva,
sosok manusia biasa yang menjalani kehidupan dengan sederhana dalam
kesehariannya sampai suatu ketika muncul tanda bahwa dia-lah yang disebut dalam
legenda tersebut. Tapi, apakah dia benar-benar manusia yang disebut-sebut dalam
legenda itu? Apakah dia bisa menjalankan tugas barunya sebagai pahlawan yang
ditunggu-tunggu? Apakah legenda itu akan menjadi kenyataan? Apakah dia berhasil
membawa suryavanshi ke gerbang kemenangan dan mencapai puncak kejayaan? Apakah dia akan berhasil membawa perubahan? atau malah kehancuran?
---------------------------------------------------------------------------
Sebuah
buku yang menarik, menggabungkan antara fakta dan fantasi penulisnya karena
mengambil penokohan yang sangat jarang digunakan yaitu dewa dalam kehidupan
India (lebih tepatnya agama Hindu) dengan setting tempat di Meluhha (yang
terletak di India Barat dan Pakistan) dengan latar belakang peradaban Lembah Indus
lengkap dengan Sungai Sarasvati kuno yang pernah mengalir disana. Dan tentu
saja karena disanalah dipercaya sebagai tempat akar dari agama Hindu.
Karakter
utama yang dihidupkan oleh penulis dalam buku inipun sangat kuat dan menonjol.
Shiva misalnya, seorang yang bijak (dan tidak bisa dibilang muda), penuh dengan
filosofi hidup, dengan pemikirannya yang bebas dari aturan yang ada dan berlaku
kemanapun dia pergi (yang menurut saya cenderung suka seenaknya sendiri – in a
good way, of course). Meskipun ada pula
beberapa karakter yang tidak diceritakan dengan jelas pula dikarenakan mereka
hanya sebagai tokoh tambahan dalam cerita. Naga contohnya, manusia yang mempunyai keyakinannya sendiri dan melakukan perburuan manusia dengan kepala yang digunakan sebagai simbol kemenangan.
Akan tetapi, dikarenakan disini
penulis mengambil seorang/ lebih tokoh dari salah satu agama, penulis terkesan
sangat berhati-hati agar tidak melanggar batasan yang ada sehingga tidak
menimbulkan konflik. Jadi, jangan heran kalau banyak tulisan yang berisi tentang hal baik (hampir keseluruhan). Jadi menurut saya, penulis seolah dikekang oleh keadaan
dan tidak bisa berimajinasi secara luas.
Sebenarnya,
konsep buku ini bisa dibilang membosankan karena sudah terlalu banyak buku
dengan konsep cerita yang sama. Kisah perjalanan hidup seorang manusia biasa,
yang kemudian mencapai puncak kedudukan dikarenakan kekuatan yang dimilikinya
atau hal yang dia lakukan, kisah yang sangat sederhana dan umum. Karena sejauh
yang saya tahu, semua kisah kepahlawanan memiliki konsep yang sama dan percaya
atau tidak, saya teringat Cinderella (dengan sepatu kacanya yang tertinggal) saat membaca adegan Shiva mendapatkan
tanda bahwa dialah yang dimaksud dalam legenda kuno yang ada di peradaban
tersebut. Akan tetapi alur dan ceritanya-lah yang menjadi daya tarik utama buku
ini untuk dibaca dan diikuti. Berbeda dengan yang kebanyakan ada di pasaran
saat ini (vampire, penyihir, werewolf, supernatural-thing, zombie dsj).
Terlepas
dari masalah diatas, penceritaan disusun rapi dan terstruktur dengan baik
dikarenakan hanya menggunakan satu sudut pandang. Mempermudah pembaca
untuk berimajinasi dan ‘jatuh’ lebih dalam ke dunia yang ada. Bahasa ringan
dan kata-kata sederhana (cenderung lembut tapi tegas dan entah apakah ini efek dari proses terjemahanan) yang digunakan
dalam hal penarasian cerita maupun dialog juga turut andil dalam
pembentukkan dunia dan atmosfer yang cukup kuat dalam buku ini. Banyaknya istilah Sansekerta pun tidak menghalangi untuk menikmati buku ini karena
banyaknya
kata-kata serapan dari bahasa tersebut yang kita gunakan dalam keseharian
(setidaknya saya yang berasal dari Jawa). Tapi untuk mereka yang kurang mengertipun (ternyata) ada halaman glosarium di bagian belakang buku ini.
Salah
satu nilai tambah adalah buku ini sarat dengan nilai-nilai moral yang hampir
terlupakan di era modern dan di kala penulis lain berlomba-lomba untuk menulis
cerita yang mengikuti minat pasar, buku ini berhasil 'melenceng' dari jalur
yang ada dengan menyiratkan sebanyak mungkin pesan moral dalam ceritanya dan
hal tersebut berhasil memikat (setidaknya) saya tanpa melupakan bahwa buku ini
dibuat untuk dikomersilkan (dan lagi-lagi apakah ini dikarenakan takut merusak pencitraan tokoh utama dan menimbulkan konflik). Pesan moral disampaikan dengan bahasa yang apik dan
dikiaskan sedemikian rupa sehingga kita tak menyadari bahwa kita telah membaca
sebuah cerita yang penuh dengan bahan pembelajaran hidup.
Dan
karena buku ini menggunakan budaya India pada umumnya dan Agama Hindu pada
khususnya. Saya rasa, buku ini turut memperkenalkan apa saja yang ada disana
dan apa yang terjadi disana. Sehingga tidak hanya cerita saja yang kita dapat
akan tetapi sedikit adat yang ada seperti pengasingan anak (yang sekarangpun masih banyak terjadi - pembunuhan anak perempuan lebih tepatnya), tarian, adat istiadat yang menjadi akar
masyarakat India (dan sekitarnya) di jaman sekarang, pengucilan orang-orang yang (dianggap) melakukan dosa.
Konflik
yang terjadi adalah permasalahan yang sudah lama terjadi dan saya yakini menjadi alasan terjadinya perang dan perpecahan
di dunia ini (bukan hanya dalam buku, akan tetapi di dunia nyata juga) yaitu
karena adanya perbedaan pendapat dan kesemua pihak merasa bahwa merekalah yang
benar (atau setidaknya mereka yakin bahwa mereka benar). Konflik yang dialami antara Suryavanshi dan Chandravanshi-pun (dan satu
kelompok lagi yang belum banyak diceritakan - Naga) juga terjadi karena hal yang sama,
dikarenakan cara pandang yang berbeda tentang hidup dan cara menjalankan
kehidupan itu, setidaknya masalah itulah perbedaan yang sangat kental terlihat. Tapi entah permasalahan apa yang akan terjadi sebagai bahan tambahan penyemangat seri ini selain perjalanan Shiva itu sendiri, sampai saat ini belum terlalu jelas.
Untuk
masalah pemilihan adegan pun cukup proporsional dan tidak terlalu memihak ke
satu sisi sehingga tetap menjaga buku ini di alurnya berkenaan dengan
perjalanan Shiva dalam mencari kebenaran dan memenuhi apa yang Suryavanshi (dan
Chandravanshi) yakini bahwa dia adalah Sang Neelkanth. Adegan pembunuhan dalam peperangan yang sedikit sadis
(menurut imajinasi saya pribadi), perayaan pernikahan, menari adalah sedikit
dari contoh yang tergambar dengan jelas dalam pikiran saya. Entah itu murni
karena buku ini atau karena ingatan saya akan kisah Mahabharata dan Ramayana yang saya ikuti saat masih kecil.
Untuk
desain sampul (asli maupun terjemahan) saya rasa cukup adil karena meski
digolongkan ke genre fiksi fantasi, buku ini terlalu kelam dan sedikit berat karena
berkaitan dengan sejarah/ peristiwa/ kepercayaan/ agama dan ceritanya pun (buat
saya) tidak sepenuhnya fantasi karena ada beberapa bagian yang benar adanya dan
tidak dibuat-buat. Pemilihan warna yang cenderung gelap mendukung pencitraan buku dan trisula mempertegas siapa Shiva itu sebenarnya.
---------------------------------------------------------------------------
Saat
pertama kali mengetahui bahwa buku ini berasal dari India saya merasa buku ini
tidak termasuk dalam lingkup bacaan saya dan saya terlalu meremehkannya karena
di pikiran saya dan dalam bayangan saya India terlalu identik dengan tarian,
lagu, adegan lari-larian dalam hujan, polisi kesiangan, tuan tanah yang jahat
dsj (efek terlalu banyak nonton film India – mungkin). Dan saya membeli hanya
karena buku ini diterjemahkan oleh penerjemah favorit saya (alasan yang sulit
diterima oleh akal kayaknya).
Buku
ini juga memainkan emosi saya, membawa saya naik turun sembari menikmati cerita
yang ada dan mengajarkan kepada saya, apa yang selama ini luput dari akal.
Sebuah bahan instropeksi yang bagus untuk kehidupan bersosial.
Tulisan
ini saya buat terlepas dari seberapa tuanya karakter (dan jujur saya tidak
pernah memikirkan hal ini) dan hanya berdasar pemikiran saya dan apa yang saya
baca.
Catatan:
Ini
tulisan serius saya yang pertama berkenaan dengan buku dan saya yakin banyak
kekurangan didalamnya.
original cover
The Immortals of Meluha on wikiThe Immortals of Meluha on GR
Amish' Official Site (Meluha Author)
Amish on wiki (Meluha Author)
No comments:
Post a Comment